JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, kebutuhan sertifikat halal harus ditangani secara baik. Pasalnya menyangkut kepentingan masyarakat.
“Halal merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri mayoritas konsumen di Indonesia adalah Muslim. Maka pemerintah dan pelaku usaha harus sama-sama proaktif,” ujar anggota YLKI Natali saat dihubungi Republika pada Ahad, (29/12).
Pemerintah, lanjutnya, harus melakukan sosialisasi sekaligus menjemput bola untuk mengetahui mana pelaku usaha yang produknya sedang ramai di pasaran namun belum bersertifikat halal. Pendekatan terhadap pelaku usaha, menurut dia, perlu dilakukan.
“Jadi kesadaran nggak hanya di pelaku usaha, tapi juga pemerintah. Pemerintah harus bantu dan permudah sertifikasi halal agar konsumen tenang dan tidak ada pertanyaan lagi terkait kehalalan suatu produk,” tegas dia.
Sayangnya, kata dia, implementasi kewajiban halal masih terkendala. Apalagi, pengajuan sertifikasi halal tidak lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI) melainkan langsung ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Solusinya, ujar Natali, MUI dan BPJPH perlu bekerja sama atau bergandengan tangan. “Jangan dibiarkan dilepas kerja sendiri, perlu support. Kita YLKI merasa, MUI masih pegang peran, maka lingkup kerjanya bisa dibagi-bagi, misal MUI yang lakukan sosialisasi dan pendekatan ke pelaku usaha, lalu pas mereka mau ajukan MUI arahkan mereka ke BJPH Kemenag (Kementerian Agama),” tuturnya.
Bagi dia, aturan kewajiban sertifikasi halal tidak bisa berjalan bila lembaga yang baru tidak bersinergi dengan lembaga yang mengurusi sebelumnya. “Nggak bisa lepas begitu saja tanpa ada warisan dari lembaga sebelumnya,” kata Natali.
Ia menyatakan, regulasi mengenai produk halal ini juga perlu dipertegas. Pasalnya, konsumen harus dilindungi.
“Selama ini masih banyak konsumen nggak tahu mengenai produk halal, ya wajar karena kebanyakan literasi tentang halalnya masih rendah. Ini tugas negara lindungi konsumen,” tegas dia.
Saat ini, jelasnya, masih banyak produk lokal maupun impor yang beredar namun belum memenuhi syarat halal. Termasuk misalnya restoran atau kedai yang belum sertifikasi dan diragukan kehalalannya, namun masyarakat tetap membelinya karena menganggap tidak masalah sepanjang terbuat dari bahan-bahan halal.
Padahal, kata Natali, aspek halal sangat luas. Tidak terbatas pada bahan, ada pula penilaian proses di sana.
“Ini perlunya pemerintah aktif mengajak pelaku usaha lakukan sertifikasi halal. Kalau tidak, tentunya bisa menganggu,” ujar Natali.
(Iit Septyaningsih)
Sumber: Republika.co.id